Jumat, 11 Februari 2011

Ekstrimisme & Bahaya Doktrin Keselamatan


Apakah kamu memiliki teman-teman dekat, keluarga, atau bahkan kekasih yang berbeda agama? Sebagian besar kita tentu memilikinya. Teman sekelas yang akrab, teman di kantor yang lucu, tetangga yang ramah, guru sekolah yang dikagumi, semua orang baik yang kebetulan berbeda agama dengan kita. Sekarang tanyakan pada diri kita sendiri: apakah mereka akan masuk neraka hanya karena menganut agama yang berbeda dengan kita?

Baru-baru ini, bangsa kita kembali tercoreng oleh dua aksi kekerasan sekaligus yang mengatasnamakan agama. Pembunuhan Jemaat Ahmadiyah di Pandeglang, Banten, serta pembakaran gereja di Temanggung, Jawa Tengah. Sebagai bangsa yang mengaku berbhinneka tunggal ika, sekali lagi kita dipermalukan oleh aksi-aksi yang sangat tidak menghormati perbedaan.
Mungkin benar bahwa kasus kekerasan itu hanya pengalihan isu sebagaimana kecurigaan yang beredar. Mungkin benar itu hanya ulah segelintir oknum yang memiliki kepentingan tertentu. Tapi hal itu tetap tidak akan terjadi seandainya masyarakat kita sudah cukup toleran dan dewasa dalam menghadapi perbedaan. Isu-isu agama dapat dimanfaatkan untuk menyulut konflik karena religiusitas masyarakat memang sangat mudah dipermainkan.Lalu apa sebenarnya akar dari segala bentuk aksi kekerasan atas nama agama yang kerap terjadi di negeri ini?

Ada satu tema yang telah menjadi tabu umum dalam kehidupan kita bermasyarakat: doktrin keselamatan. Sebuah doktrin kejam yang memvonis bahwa keselamatan abadi di akhirat kelak hanya akan didapatkan oleh penganut agamanya saja. Di masjid-masjid dan gereja-gereja, kita selalu diajarkan bahwa iman adalah satu-satunya jalan keselamatan. Hanya penganut agama kita yang akan masuk surga. Sisanya? Go to hell aja. Sebaik apa pun seseorang menjalani hidupnya, percuma saja jika dia percaya pada Tuhan yang salah. Sudah pasti ke neraka.
Doktrin keselamatan eksklusif ini telah membelenggu masyarakat ke dalam sekat-sekat batin yang sulit ditembus. Seberapa pun akrabnya kamu dengan teman yang berbeda agama, pembicaraan pasti akan terhenti ketika sampai pada topik keselamatan di akhirat. Tidak ada obrolan manis seperti, "Janji ya, kita akan ketemu di surga?" Mungkin dalam hati, kamu mengasihani temanmu yang baik itu, yang akan masuk neraka hanya karena agamanya. Apalagi kamu yang memiliki kekasih beda agama, pasti sangat menyakitkan.

Lebih jauh lagi, doktrin ini mendorong orang-orang yang memiliki belas kasih untuk mulai menyebarkan agamanya. Jika hanya agamanya yang mampu menyelamatkan, maka orang-orang baik ini tentu ingin sebanyak mungkin manusia selamat dengan cara memeluknya kan? Sebuah niat yang semestinya sangat mulia. Akan tetapi, dakwah dan misionari di satu sisi merupakan ancaman dan serangan bagi sisi lain. Dan ini lah pangkal dari segala konflik agama yang kita hadapi hari ini. Kelompok-kelompok agama yang berbeda akan saling mencurigai, saling merasa terancam bahwa penganutnya akan direbut dan dimurtadkan. Lahir lah konflik, pelarangan rumah ibadah, hingga kekerasan dan pembantaian atas nama agama.

Doktrin keselamatan adalah cara paling picik bagi sebuah agama untuk bertahan dan menambah pemeluknya. Ia mengandalkan ancaman dan rasa takut yang disebar bagi siapa pun yang menolak untuk meyakini agama tersebut. Lebih kejam dari teror bom, karena doktrin ini meneror pikiran kita dengan ilusi dan ketakutan yang tak mendasar. Teror pikiran akan melahirkan teror-teror lainnya dalam bentuk kekerasan dan diskriminasi. Maka tidak ada jalan lain, kita harus melawan doktrin ini!