Rabu, 29 Desember 2010

Indonesia Atau Malaysia?

Sedikit intermezzo di tengah semangat kita menantikan detik-detik pertandingan final Piala AFF di Gelora Bung Karno malam ini. Seorang supporter merah putih di luar stadion berteriak nyaring, "Al-Fatihah! Ya Allah, menangkan lah Indonesia!!"


Menurut kalian, apakah Allah akan mengabulkan doanya? Saya yakin di Malaysia saat ini pasti juga ada ribuan bahkan jutaan orang yang memiliki doa serupa, untuk memenangkan tim negara mereka. Indonesia dan Malaysia sama-sama negara mayoritas muslim, jadi sebagian besar pasti berdoa pada Tuhan yang sama. Dilematis ya, doa siapa yang harus dikabulkan Allah? Mari kita saksikan sama-sama, selamat menonton semuanya! :)

Sabtu, 04 Desember 2010

Asing Di Negeri Sendiri


Desember telah tiba. Kalau kamu jalan-jalan ke mall, pasti sudah mulai lihat kan? Apalagi kalau bukan aneka dekorasi untuk menyambut musim natal. Pohon cemara, sinterklas, boneka salju, juga lampu kerlap-kerlip, semuanya tampak semarak di tengah hiruk-pikuk pengunjung mall yang tengah berbelanja. Sementara di jalanan, iring-iringan mobil dan bis baru saja berlalu membawa rombongan yang hendak menyambut kedatangan jamaah haji kembali ke tanah air. Samar-samar kemudian terdengar suara adzan maghrib bersahutan dari menara-menara masjid di permukiman.

Indonesia adalah negeri orang-orang beragama. Ke mana pun matamu memandang, pasti kamu akan menemukan sesuatu yang berhubungan dengan agama. Entah simbol, ritual, rumah ibadah, dan lain sebagainya. Sekilas sih wajar-wajar saja, tapi pernahkah kamu berpikir bahwa ada yang janggal dengan semua ini? Sinterklas yang berbaju tebal dan hangat itu memang cocok di daerah bersalju, tapi akan aneh sekali di Indonesia yang panas seperti ini. Lebih aneh lagi, kita juga memasang dekorasi salju! Padahal jujur saja, berapa sih dari kita yang pernah benar-benar melihat salju?
Mungkin kamu bertanya, "Memangnya kenapa? Begitu saja kok dipermasalahkan?"
Perayaan natal di abad 21 ini, seperti juga perayaan hari besar agama lainnya, memang sudah banyak dibajak oleh kepentingan pengusaha untuk menjual produk mereka sebanyak-banyaknya. Kalau kamu paham, itu bagus. Tapi mari kita lihat dalam lingkup yang lebih luas lagi. Apakah di gerejamu sedang ada perbincangan dan tawaran untuk tour ke Holy Land? Mungkin merayakan natal di Betlehem, baptis di sungai Jordan, atau berkunjung ke kapel Sistina di Vatikan. Orang-orang berduit yang religius biasanya suka dengan wisata rohani semacam ini. Tapi pikirkan baik-baik, mengapa harus sejauh itu? Apakah Tuhan lebih dekat di sana daripada di sini? Kalau kamu seorang kristen, kamu layak untuk bertanya: mengapa simbol-simbol agamamu terasa sangat Eropa? Mengapa hujan salju terasa 'lebih christmas' ketimbang hujan gerimis, misalnya?

Bagi orang Islam, perjalanan haji tidak main-main. Ia merupakan rukun kelima, salah satu dari pilar terpenting yang yang wajib dijalani sebagai muslim. Seorang yang punya uang namun enggan berhaji, maka dia bisa dipertanyakan keislamannya. Tidak heran jika setiap tahunnya Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia mengirimkan hingga ratusan ribu jamaah haji ke tanah Arab. Namun lagi-lagi, mengapa harus sejauh itu untuk menjadi tamu Tuhan? Lalu mereka akan pulang membawa oleh-oleh kurma dan air zam-zam.
"Ini kurma ajwa, yang disebut-sebut dalam hadits dapat menyembuhkan berbagai penyakit."
"Minum lah air zam-zam sambil berdoa, ini air suci dari mata air yang dibuat Nabi Ismail dahulu kala."
Tidakkah kamu berpikir, mengapa harus kurma? Mengapa harus ke jazirah Arab? Mengapa kalau Bulan Ramadhan, tiba-tiba banyak dekorasi gambar unta? Mengapa semuanya begitu asing dari kehidupan kita sehari-hari yang tinggal di kepulauan tropis ini?

Sekarang mari kita berpikir tentang kemungkinan lain. Bayangkan bahwa misalnya agama Kristen lahir di Kalimantan, dan Paus bertakhta di Palangkaraya. Umat Kristen sedunia akan berziarah menapak tilasi pelayanan Putra Tuhan yang dibaptis di sungai Mahakam dan disalib di Meratus. Mungkin Roh Kudus akan turun dalam bentuk burung enggang, dan tidak ada mahkota mawar melainkan mahkota anggrek hutan.
Bayangkan bahwa agama Islam itu berasal dari Bali. Umat Islam sedunia melaksanakan ibadah haji ke Denpasar, dan sholat lima waktu berkiblat ke sana. Oleh-oleh mereka bukan air dari sumur zam-zam, tapi dari petirtaan di kaki Gunung Agung. Adzan yang dikumandangkan dalam Bahasa Bali, dan mereka menyepi saat Tahun Baru Hijriyah.

Tapi itu hanya andai-andai saja. Kenyataannya, Paus bertakhta di Roma dan Islam lahir di Arab. Jadi sekarang kamu paham kan, kenapa pohon cemara dan bukan pohon beringin? Kenapa buah kurma dan bukan buah mangga? Maka ini lah Indonesia, di mana orang-orang beragamanya harus meniru dan berkiblat ke ujung dunia untuk mendekat pada Tuhannya.
Sampai kapan kita akan begini? Kamu lah yang harus menjawabnya.

Rabu, 17 November 2010

Refleksi Idul Adha: Mempertanyakan Kepatuhan Ibrahim

 

Setiap Tanggal 10 Dzul Hijjah dalam kalender Hijriyah, umat Islam di seluruh dunia merayakan festival kurban yang dikenal sebagai Idul Adha. Hari raya terbesar dalam Islam yang berkaitan langsung dengan ritual massif ibadah haji ini dilaksanakan untuk mengenang sosok nabi legendaris yang menjadi bapak monoteisme bagi tiga agama besar dunia: Ibrahim. Lalu siapakah sebenarnya Ibrahim yang menjadi tokoh sentral dalam perayaan ini?

Perjanjian Lama menyatakan bahwa Ibrahim atau Abraham hidup sekitar 4.000 tahun lalu di kawasan Mesopotamia yang kini dikenal sebagai Irak. Terlahir dalam lingkungan masyarakat politeistik, Ibrahim keluar dengan memperkenalkan konsep Tuhan yang satu dan berkelana ke banyak tempat dengan membawa konsep tersebut. Sumber-sumber Yahudi, Kristen, dan Islam mencantumkan alur yang bervariasi mengenai kisah hidupnya, namun salah satu adegan sentral yang diakui dalam ketiga agama tersebut adalah peristiwa penyembelihan anaknya. Pada suatu malam, Ibrahim bermimpi bahwa Tuhan yang satu yang dikenalnya itu telah menyuruhnya untuk menyembelih anaknya sendiri sebagai korban persembahan. Ia pun memutuskan untuk mematuhinya tanpa banyak membantah atau pun bertanya. Namun pada detik-detik terakhir menjelang penyembelihan, Tuhan menyelamatkan anak itu dan menggantinya dengan seekor domba. Untuk mengenang penggantian itu lah, umat Islam melaksanakan upacara kurban hewan ternak setiap tahunnya di hari Idul Adha.

Terlepas dari kebenarannya, kisah ini menyisakan satu pertanyaan misterius yang terus iinterpretasikan hingga hari ini: mengapa Tuhan menyuruh Ibrahim untuk menyembelih anaknya sendiri? Apa hikmah di balik perintah tersebut? Penjelasan paling populer di ketiga agama menyatakan bahwa Tuhan hendak menguji sejauh mana ketaatan Ibrahim dalam menjalankan perintah-Nya. Namun penjelasan ini menjadi janggal, karena Tuhan macam apa yang memerintahkan manusia untuk melanggar kemanusiaan dengan membunuh anaknya sendiri? Meski pun perintah itu akhirnya dibatalkan, Ibrahim di dalam niat dan pikirannya telah menyanggupi untuk membunuh anaknya sendiri. Rasional dari perintah penyembelihan ini tetap tidak ditemukan, dan seolah menjadi contoh bagaimana iman itu bekerja; bahwa ketika kamu telah sanggup mengalahkan akal dan nuranimu sendiri demi mematuhi perintah Tuhan, maka itu lah yang disebut iman yang kuat.

Di sisi lain, sikap submisif Ibrahim sangat patut dipertanyakan. Ketika mendapat perintah tersebut, Ibrahim sama sekali tidak membantah atau menggugat Tuhan. Bahkan sekadar bertanya mengenai alasan perintah itu pun tidak. Hal ini berlawanan dengan karakter Ibrahim sendiri yang dalam Islam dikenal sebagai sosok yang sangat kritis. Ibrahim dengan logikanya mampu membantah penyembahan berhala dalam masyarakatnya, seperti dalam kisah patung besar dan patung-patung kecil yang dikapaknya hingga hancur. Dalam Alkitab, sosok Abraham juga dikenal tak kalah kritisnya ketika Ia menggugat Tuhan atas rencana-Nya menghancurkan Kota Sodom tanpa pandang bulu. Lalu mengapa untuk hal ini, Ibrahim justru diam dan kehilangan sikap kritisnya? Seandainya Ibrahim setidaknya berani bertanya mengapa Tuhan menyuruhnya menyembelih anaknya sendiri, tentu kita tidak perlu bertanya-tanya lagi mengenai hal tersebut.

Kisah ini selesai begitu saja dengan seekor domba, dengan hikmah bahwa manusia tak perlu banyak bertanya atas apa yang Tuhan perintahkan pada dirinya. Seperti bunyi slogan dalam Islam, sami'na wa atho'na. Kami dengar dan kami patuh. Jika memang begitu, maka kisah ini sesungguhnya adalah tragedi. Kisah tragis mengenai seseorang yang semula kritis yang pada akhirnya dikalahkan oleh perintah tak rasional dari Tuhannya sendiri.

Senin, 15 November 2010

Mari Menjadi Agnostik

 Sebelumnya kami mengucapkan selamat datang di situs Agnostik Indonesia. Situs ini dibuka sebagai sarana untuk berbagi pengetahuan mengenai agnostik dan Agnostikisme. Situs ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk berdiskusi dan saling bertukar pikiran bagi sesama agnostik Indonesia maupun masyarakat yang tertarik dengan isu-isu agnostik.

Siapa itu agnostik?
Agnostik adalah seorang yang memegang pendapat bahwa keberadaan Tuhan serta hal-hal supranatural lainnya tidak bisa dibuktikan, atau setidaknya belum bisa dibuktikan sampai saat ini. Seorang agnostik menolak segala bentuk dogma dan indoktrinasi yang terdapat dalam agama atau ideologi apa pun. Paham yang dipegang oleh agnostik biasa disebut sebagai Agnostikisme.  

Mengapa perlu menjadi agnostik?
Dengan menjadi agnostik, maka kita telah membebaskan pikiran kita dari segala bentuk takhayul dan pembodohan tentang Tuhan. Kebebasan berpikir akan berimplikasi pada kebebasan kita dalam menjalani hidup dari segala dogma dan aturan yang selama ini dipaksakan atas nama Tuhan. Situs ini akan menjadi sarana lebih lanjut bagi kita untuk saling berbagi pengetahuan dan argumentasi mengenai pentingnya menjadi agnostik.

Bagaimana cara menjadi agnostik?
Agnostikisme bukan agama, tapi sebuah metode dan cara berpikir yang mengedepankan skeptisisme. Oleh karena itu, seorang agnostik adalah seseorang yang mampu berpikir kritis dan selalu menyandarkan keyakinannya pada bukti-bukti empiris. Jika kamu telah berani meletakkan tanda tanya di setiap hal yang sebelumnya kamu yakini begitu saja, maka kamu sudah dapat disebut sebagai seorang agnostik.

Selain berbagi pengetahuan dan argumentasi, di sini kita juga akan berdiskusi mengenai eksistensi dan peran agnostik dalam konteks masyarakat Indonesia. Selamat bergabung dan selamat berpikir! :)